Sabtu, 06 Februari 2010

Kebijakan Neolib SBY Terbukti Gagal Mensejahterakan Rakyat

Tidak terasa sekarang kita sudah menginjak bulan kedua di awal Tahun 2010 ini. Tahun dimana presiden SBY memimpin kembali karena kemenangannya pada pemilu 2009 lalu yang katanya berhasil meraup 60% suara rakyat Indonesia. Sudah kita ketahui bersama bahwa sebagai bentuk penghargaan atas kemenangannya, pemerintahan KIB jilid 2 pun dihadiahi fasilitas mobil mewah Toyota Crown Royal Saloon seharga 1,3 M. Bukan cuma itu, gaji para menteri pun dinaikan mulai dari 10-20%. Belum apa-apa tapi sudah mendapatkan exellent service dari negara, padahal kerja mereka dilapangan belumlah tentu se exellent apa yang sudah didapatkan.

Oleh karena itu Tahun 2010 bisa dikatakan tahun ketidakadilan bagi rakyat karena berbeda dengan apa yang telah diperoleh para pejabat negara, pasca terpilihnya kembali presiden SBY , kebijakan-kebijakan yang tidak populis atau boleh dikatakan sangat menyengsarakan rakyat pun mulai antri bermunculan. Hal ini ditandai dengan kenaikan harga-harga kebutuhan pokok seperti beras, gula dll, TDL, PDAM pun tidak mau ketinggalan. Kenaikan ini sudah tentu akan semakin membebani rakyat terutama rakyat miskin dan kaum ibu. Belum lagi persoalan kenaikan upah buruh yang jauh dari harapan, jika dibandingkan dengan kenaikan gaji menteri tentu tidaklah seberapa--hanya naik kurang dari 10%. Masih berkaitan dengan kehidupan buruh, disepakatinya perjanjian CAFTA oleh SBY semakin menambah mimpi buruk kaum buruh. Merajalelanya produk-produk China sudah dipastikan menghancurkan produk-produk dalam negeri, pabrik-pabrik industri gulung tikar, yang imbasnya timbul PHK massal, pengangguran dimana mana, akhirnya kemiskinan pun tidak bisa dielakkan.

Persoalan ketidakadilan lainnya adalah penahanan tiba-tiba Bibit Chandra, yang diikuti dengan mencuatnya skandal kasus Bank gagal Bank Century yang kini masih juga belum selesai. Perampokan senilai 6,7 Triliun rupiah secara sistemik ini sudah jelas merugikan rakyat Indonesia. Uang yang dirampok oleh sejumlah pejabat elit itu dimana Wapres Budiono dan Menkeu Sri Mulyani diduga terlibat didalamnya adalah uang negara yang artinya uang rakyat yang seharusnya dinikmati oleh rakyat untuk mengakses minimal Pendidikan dan Kesehatan Gratis berkualitas beserta lapangan pekerjaan untuk menanggulangi kemiskinan.

Pemerintah jangan berlindung dibalik kedok agenda neoliberal, selintas kebijakannya terlihat populis namun faktanya justru malah menjerumuskan rakyat ke dalam jurang kemiskinan. Sebut saja program PNPM Mandiri, salah satu program populisnya pemerintah ini ternyata didanai oleh hutang luar negeri dengan bunga yang selangit (Kecanduan pemerintahan SBY pada utang tampak ketika memimpin delegasi Indonesia dalam pertemuan puncak perubahan iklim di Kopenhagen, Denmark, pertengahan Desember 2009). Tentu saja hutang beserta bunganya ini rakyat kembali yang harus menanggung.Pemerintah melalui Program penanggulangan kemiskinan ini bukannya menjadikan bangsa ini menjadi bangsa yang mandiri malah menjadikan bangsa ini menjadi bangsa pengemis karena watak pemerintah yang senang berhutang. Sudah berhutang banyak, aset-aset negara pun dprivatisasi seperti privatisasi tambang emas, minyak, gas, listrik dll, padahal ini sudah jelas bertentangan dengan UUD 45 pasal 33 yang mengatakan bahwa kekayaan alam beserta isinya dikuasai oleh negara dan digunakan sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat.

Kebijakan-kebijakan diatas tidak lain adalah kebijakan neolib yang terbukti gagal mensejahterakan rakyat, sehingga tidak heran kalau pada tanggal 28 Januari 2010 tepat 100 hari KIB jilid 2, rakyat dari berbagai elemen memberikan rapor merah kepada SBY-Budiono karena telah dinilai gagal membawa bangsa ini menjadi bangsa yang berdaulat baik secara ekonomi, budaya, dan politik. Meski demikian, pemerintah tetap saja kekeuh petekeuh menganggap bahwa pemerintah KIB telah berhasil menjalankan program-programnya dan mengatakan bahwa seratus hari tidak bisa dijadikan tolak ukur untuk menilai keberhasilan kinerja pemerintah. Lantas harus berapa lama rakyat menunggu agar bisa mendapatkan hak-hak dan kesejahteraannya? Apakah lima tahun seratus hari terlalu singkat untuk membuat rakyat sejahtera? Apakah seorang buruh harus bekerja lembur tanpa mengenal libur baru bisa sejahtera? Apakah seorang gadis desa harus rela terlebih dahulu diperas tenaganya dan disiksa jiwa dan raganya oleh majikan di luar negeri, baru bisa hidup layak? Haruskah ada Diana Diana yang lainnya yang terpaksa menelantarkan ketiga balitanya kelaparan di rumah selama berhari-hari hanya semata-mata mencari sesuap nasi? Atau pemerintah mulai dari sekarang hentikan agenda-agenda Neolibnya seperti hentikan hutang, hentikan privatisasi aset-aset negara dan menasionalisasinya /renegoisasi ulang untuk membuka lapangan kerja bagi kesejahteraan rakyat. Jangan biarkan bangsa ini menjadi bangsa kuli bagi bangsa lain. Kita adalah negara yang kaya akan SDA dan SDM, tidak sepatutnya jika di sebuah negara kaya masih banyak rakyatnya yang kelaparan, menganggur, putus sekolah dan mati hanya gara-gara tidak mampu mengakses Pendidikan dan Kesehatan yang layak. Sehingga wajar bahkan wajib rakyat mempertanyakan kenapa mereka sampai saat ini masih tetap hidup miskin di tanah airnya yang kaya ini seolah-olah mereka layaknya tidak mempunyai seorang pemimpin di negerinya sendiri??

0 komentar:

Posting Komentar